MenurutImam Syafi’i, kedudukan qiyas berada di bawah dari ijma, sehingga qiyas menjadi sumber hukum Islam yang terakhir. Rukun Qiyas Sama halnya dengan ijma, qiyas juga
100% found this document useful 5 votes16K views14 pagesDescriptionMakalah tentang Ijmak dan QiyasCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?100% found this document useful 5 votes16K views14 pagesMakalah Ijma' Dan QiyasJump to Page You are on page 1of 14 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 12 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
5 Landasan Ijma’. Jumur Ulama usul fiqih mengatakan bahwa ijma, adalah sebagai upaya para mujtahid dalam menetapkan hukum suatu kasus yang tidak ada hukumnya dalam nash, harus mempunyai landasan dari nash atau qiyas (analogi). Apabila ijma’ tidak mempunyai landasan, maka ijma’ tersebut tidak sah. Ijma dan qiyas mempunyai kedudukan penting menurut Imam Syafii. Ilustrasi ijma JAKARTA – Selain dalil yang berasal dari Alquran dan hadits, umat Islam ada kalanya tidak cukup menjadikan keduanya sebagai rujukan. Untuk itu dibutuhkan ijma dan juga qiyas, lantas apa kedudukan keduanya ini dalam fikih? Konsensus ulama ijma menempati posisi penting dalam hukum Islam. Dalam perkembangan dinamika pengambilan hukum, ijma dijadikan sebagai satu dari referensi utama. Demikian juga qiyas atau analogi. Keberadaan dua dalil pengambilan hukum ini, diletakkan dalam empat dalil utama dalam kajian hukum Islam. Menurut Ibnu Al-Mundzir 318 H, tokoh yang pertama kali melakukan inventarisasi ijma dalam kitabnya yang bertajuk Al-Ijma, terdapat sekitar 765 konsensus atas permasalahan ibadah dan muamalah. Kendati konsensus yang berhasil dideteksi Ibnu Mundzir itu tidak seratus persen merepresentasikan secara bulat kesepakatan ulama, hanya mayoritas dari mereka saja. Abu Ishaq Al-Isfarayini mendata kurang lebih terdapat sekitar 20 ribu konsensus ulama yang pernah ada. Dalam kitab Ma’usu’ah Al-Ijma’ fi Al-Fiqh Al-Islami tercatat sekitar konsensus. Imam Syafii dalam kitab Ar-Risalah menjelaskan bahwa apabila dia menetapkan hukum dengan ijma dan qiyas, sebagaimana menetapkan hukum Alquran dan sunnah, maka itu berarti latar belakang perkara yang beliau tetapkan hukumnya berbeda. Imam Syafii menjelaskan bahwa dibolehkan atas dasar-dasar hukum yang berbeda yang sebabnya digunakan untuk menetapkan hukum yang sama. Beliau menekankan bahwa menetapkan hukum dengan Alquran dan sunnah untuk hal yang disepakati dan tidak ada perselisihan di dalamnya maka diyakini hukumnya benar secara lahir dan batin. Beliau menetapkan hukum dengan sunnah diriwayatkan secara perorangan dan tidak disepakati oleh para ulama. Sehingga beliau mengganggap benar secara lahir, karena mungkin terjadi kekeliruan pada orang yang meriwayatkan hadis. Imam Syafii menyebutkan bahwa pihaknya juga menetapkan hukum dengan ijma, lalu dengan qiyas. Memang, hukum ini lebih lemah daripada hukum sebelumnya, namun tetap memiliki kedudukan yang sangat penting. Sebab tidak boleh melakukan qiyas saat ada khabar, sebagaimana tayamum menghasilkan kesucian dalam perjalanan saat sulit memperoleh air, tetapi tidak menghasilkan kesucian saat ada air. Begitu juga dengan sumber hukum yang berada di bawah tingkatan sunnah, bisa menjadi argumen saat tidak ditemukan sunnah. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini
3 Metwally (1995) adalah : ” ilmu yang memepelajari prilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat yang mengikuti alqur’an, hadist, ijma, qiyas”. 4. Muhammad syuki al al fanjari dalam atariqi (2004), bahwa ekonomi islam adalah : “ segala sesuatu yang mengandalkan dan mengatur aktivitas ekonomi sesuai dengan pokok-pokok islam dan
0% found this document useful 0 votes36 views7 pagesDescriptionIjma dan QiyasOriginal TitleIjma dan QiyasCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes36 views7 pagesIjma Dan QiyasOriginal TitleIjma dan QiyasJump to Page You are on page 1of 7 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 6 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Menggambarkanbahwa yang menjadi objek kajian para ulama ushul fiqih adalah dalil-dalil yang bersifat ijmali (global) seperti kehujjahan ijma’ dan qiyas. Ushul fiqih juga membahas bagaimana cara mengistinbathkan hukum dari dalil-dali, seperti kaidah mendahulukan hadits mutawatir dari hadits ahad dan mendahulukan nash dari zhahir.
Pernah mendengar istilah ijma dan qiyas sebelumnya? Istilah ini bagi kalangan ulama tentu bukan istilah asing, bahkan sering diterapkan dalam menyelesaikan beberapa persoalan. Masyarakat di sekitar sekolah pondok kemungkinan besar juga paham betul dengan kedua istilah ini. Istilah baik ijma maupun qiyas pada dasarnya adalah sumber hukum selain dua sumber hukum utama dalam Islam. Yakni Al Quran dan Al hadis. SPONSORED Belajar mengenai Al-Qiyas Konsep dan Aplikasi Semasa Sekilas Tentang Dasar Hukum Islam Al Quran dan Al hadis sejak zaman kepemimpinan Rasulullah SAW Nabi Muhammad SAW sudah digunakan sebagai sumber hukum Islam. Segala persoalan yang terjadi pada masa tersebut bisa ditemukan solusinya dalam Al Quran maupun Al hadis . Pertama, orang akan mencari hukumnya di Al Quran, jika tidak ada baru ke Al hadis . Bagaimana jika di keduanya juga tidak ada? Maka para sahabat Nabi pada masa tersebut akan langsung bertanya kepada Nabi. Sehingga masalah apapun bisa diselesaikan, namun ketika Rasullallah SAW wafat maka persoalan kemudian muncul. Sebab saat dijumpai suatu permasalahan yang tidak ada dasarnya di Al Quran maupun hadis . Maka umat muslim manghadapi kesulitan untuk mencari sumber hukum yang adil, sebab tidak ada lagi tempat bertanya. Maka mulai berkembanglah sumber hukum lain yang mampu mengatasi permasalahan hukum yang tumbuh semakin kompleks. Yakni ijma dan qiyas tadi. Ijma maupun qiyas kemudian melengkapi sumber hukum selain Al Quran dan Al hadis . Diperkirakan kemunculan kedua sumber hukum ini adalah pada masa kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan di masa kepemimpinan Uthman bin Affan. Dilansir dari berbagai sumber, jauh sebelum ijma dan qiyas diterapkan. Umat muslim pada masa kepemimpinan Abu Bakar sampai Uthman tidak mengalami kendala. Hal ini menunjukan bahwa Al Quran dan Al hadits sudah lebih dari cukup dalam menyelesaikan berbagai permasalahan umat muslim. Namun seiring berjalannya waktu, kedua sumber hukum utama dalam Islam ini kemudian terasa tidak cukup. Sebab permasalahan semakin kompleks, dan ditunjang pula oleh perbedaan pendapat yang semakin sengit di masanya. Jika dulunya Al Quran dan Al hadis cukup, mungkin kerana memang umat muslim masih sedikit dan penyebaran umat muslim juga belum begitu luas. Sehingga permasalahan masih terbatas dan perbedaan pendapat pun belum terlalu meruncing. Pengertian Ijma Melalui penjelasan diatas tentunya bisa disimpulkan bahwa ijma dan qiyas merupakan dasar hukum Islam selain Al Quran dan Al hadits . Lalu, apa yang dimaksud dengan ijma maupun qiyas? Pertama, mari bahas dulu mengenai ijma. Ijma secara bahasa atau lughah memiliki definisi sebagai mengumpulkan perkara kemudian memberi hukum atas perkara tersebut dan meyakininya. Sedangkan ijma menurut istilah memiliki pengertian sebagai kebulatan pendapat seluruh ahli ijtihad sesudah wafatnya Rasullallah SAW pada suatu masa atas sesuatu hukum syara’ Madjid, 67. Pada masa awal penerapan ijma, kegiatan ijma hanya dilakukan oleh para khilafah dan petinggi negara. Sehingga hasil musyawarah mereka kemudian dianggap sebagai perwakilan atas pendapat dari masyarakat atau umat muslim. Seiring berjalannya waktu, musyawarah kemudian melibatkan lebih banyak pihak terutama ahli ijtihad dan terus berlangsung sampai sekarang. Kemudian, pengertian dari ijma sendiri terus berkembang karena baik para ahli ushul fiqh maupun para ulama. Adapun ahli ushul fiqh yang menyampaikan pengertian ijma adalah; 1. Imam Al Ghazali Imam Al Ghazali menyatakan bahwa ijma merupakan sebuah kesepakatan dari umat Nabi Muhammad SAW mengenai suatu perkara atau persoalan yang berhubungan dengan persoalan agama. 2. Imam Al Subki Sedangkan menurut Imam Al Subki, ijma didefinisikan sebagai suatu kesepakatan dari para mujtahid setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan berkenaan dengan segala persoalan yang berkaitan dengan hukum syara. Sedangkan dari para ulama, berikut beberapa ulama ushul kontemporer yang mencoba menyampaikan pengertian ijma 3. Ali Abdul Razak Melalui buku yang disusun oleh Ali Abdul Razak dan bertajuk al Ijma Fi al Syari’at al Islamiyat. Beliau menerangkan bahwa ijma merupakan kesepakatan dari para mujtahid Islam yang terjadi pada suatu masa dan atas perkara hukum syara. 4. Abdul Karim Zaidah Dalam bukunya yang berjudul al Wajiz Fi Ushul al Fiqh, Abdul Karim Zaidah menjelaskan bahwa ijma merupakan kesepakatan dari para mujtahid umat Islam pada suatu masa mengenai hukum syara’ setelah Rasullallah SAW wafat. Masih banyak pendapat lain yang mengemukakan mengenai pengertian dari ijma, namun yang pasti ijma merupakan kesepakatan para ahli atau para ulama dalam menyelesaikan suatu perkara atau persoalan yang berkaitan dengan agama Islam. Sehingga ketika ada masalah yang mengarah ke agama Islam, dan belum ada ketentuannya di dalam Al Quran maupun Al hadits . Maka dicari penyelesaiannya dengan ijma tadi, setelah didiskusikan oleh para ahli dan para ulama. Selain menggunakan ijma, perkara Islam juga diselesaikan dengan qiyas yang nanti dijelaskan di bawah. Jenis Ijma Kemudian untuk jenis ijma sendiri, berdasarkan pembagian yang dilakukan oleh para ulama ushul fiqh baik klasik maupun kontemporer. Sepakat bahwa ijma terbagi menjadi dua jenis, yaitu 1. Ijma Al Sarih Ijma al sarih atau ijma sarih merupakan ijma dimana para ahli ijtihad atau ulama masing-masing mengeluarkan pendapatnya, baik secara lisan maupun tertulis mengenai persetujuannya atas pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lain. Istilah lain untuk menyebut ijma jenis ini cukup beragam. Ada yang menyebutnya ijma bayani, ijma qauli, ijma hakiki, dan lain sebagainya. Namun meskipun sebutannya berbeda, dari segi definisi tetaplah sama. Sehingga Anda bisa menyebutnya juga dengan ijma hakiki maupun sebutan lain yang mengarah pada ijma sarih. 2. Ijma Al Sukuti Jenis kedua adalah ijma al sukuti, yakni ijma yang terjadi ketika para ulama memutuskan untuk diam dimana diamnya para ulama atau ahli ijtihad ini adalah karena setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lainnya. Selain pembagian ijma di atas masih ada lagi jenis ijma lain, seperti ijma salaby, ijma ulama madinah, ijma ulama kufah, ijma Khulafaur Rasyidin Abu Bakar dan Umar, dan ijma ahlul bait. Contoh Ijma Setelah memahami ijma dari penjelasan di atas, maka penting pula memahami qiyas sebab ijma dan qiyas adalah dua sumber hukum Islam lainnya. Sedangkan untuk contoh dari ijma sendiri tentu cukup banyak, beberapa diantaranya adalah Daadakannya adzan dan iqomah dua kali di sholat Jumat, dan mulai diterapkan pada masa kepemimpinan Ustman bin Affan. Diputuskannya untuk membukukan Al Quran dan dilakukan pada masa kepemimpinan Abu Bakar As Shidiq. Kesepakatan para ulama atas diharamkannya minyak babi. Menjadikan as sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Quran. Pengertian Qiyas Jika membahas mengenai ijma maka dibahas juga mengenai qiyas, pada pembahasan lebih lengkap juga akan dibahas mengenai Al Quran maupun hadits . Setelah memahami ijma, maka kini bisa mengenal dan memahami qiyas sebab ijma dan qiyas adalah sumber hukum selain dua sumber hukum utama dalam Islam. Qiyas secara bahasa memiliki arti sebagai tindakan mengukur sesuatu atas sesuatu lainnya dan kemudian disamakan. Sedangkan secara istilah qiyas diartikan sebagai menetapkan hukum terhadap sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya dan didasarkan pada sesuatu yang sudah ada ketentuannya. Sedangkan pengertian qiyas menurut beberapa ahli memang cukup beragam, tidak heran karena antara ijma dan qiyas memang cukup erat atau berdekatan. Sehingga ijma yang didefinisikan banyak ahli kemudian juga terjadi hal serupa pada qiyas. Berikut pendapat para ahli dan ulama mengenai definisi qiyas 1. Abdul Wahab Al Khallaf Dalam bukunya yang berjudul Ilmu Ushul Fiqih, dijelaskan bahwa qiyas merupakan mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan kasus lain yang ada nash hukumnya, karena persamaan kedua itu dalam illat suatu sifat yang terdapat pada pokok dan sifat ini menurun pada cabangnya hukumnya. 2. Romli Dalam bukunya yang berjudul Muqaranah Mazahib Fil Ushul dijelaskan bahwa qiyas adalah kegiatan mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lainnya. Dalam buku Ushul Fiqh yang lain, qiyas kemudian dijelaskan sebagai kegiatan mengukur dan mengamalkan, atau mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian mengamalkannya. SPONSORED Belajar mengenai Al-Qiyas Konsep dan Aplikasi Semasa 3. Muhammad Abdul Ghani Al Baiqani Menjelaskan qiyas merupakan hubungan suatu persoalan yang tidak ada ketentuan hukumnya di dalam nash dengan sesuatu persoalan yang telah disebutkan oleh nash, karena keduanya terdapat pertautan atau hubungan dan hukumnya adalah illat. 4. Syaikh Muhammad al Khudari Beik Disebutkan bahwa qiyas adalah memberlakukan ketentuan hukum yang ada pada pokok asal kepada cabang atau persoalan baru yang tidak disebutkan nashnya karena adanya pertautan illat pada keduanya. Imam Syafi’i diketahui menjadi sebagai mujtahid pertama yang mengemukakan dan menerapkan qiyas. Imam Syafi’i menjelaskan mengenai sejumlah patokan kaidah dan asas-asasnya. Hanya saja, mujtahid sebelumnya juga diketahui pernah menggunakan qiyas namun belum membuat rumusan patokan dan asas. Sehingga masih banyak proses penerapan qiyas yang cenderung keliru, karena memang belum ada patokan yang jelas. Oleh sebab itu, Imam Syafi’i kemudian hadir memberi solusi dengan merumuskan sejumlah patokan dan asas, supaya penerapannya jelas dan menghindari terjadinya kesalahan. Meskipun metode dalam penerapan qiyas oleh Imam Syafi’i kemudian mendetail dengan segala asas, namun tetap dibuat praktis. Hal tersebut kemudian masih digunakan sampai sekarang dan membantu penerapan qiyas dalam keseharian umat muslim. Jenis Qiyas Pada dasarnya ijma dan qiyas juga memiliki beberapa jenis, khusus untuk ijma sudah dijelaskan di atas. Sedangkan untuk qiyas, secara umum terbagi menjadi tiga jenis. Yaitu 1. Qiyas Illat Jenis qiyas yang pertama adalah qiyas illat, yakni jenis qiyas yang sudah jelas illat dari kedua persoalan yang dibandingkan atau diukur. Sehingga baik masalah pokok maupun cabang sudah jelas illatnya, sehingga para ulama secara mutlak akan sepakat mengenai hukum dari sesuatu yang sedang dibandingkan dan diukur tadi. Misalnya saja hukum mengenai minuman anggur, buah anggur memang halal namun ketika dibuat menjadi minuman maka akan mengandung alkohol. Alkohol memberi efek memabukan sehingga hukum meminumnya sama dengan minuman jenis lain yang beralkohol, yakni haram atau tidak boleh diminum. Qiyas Illah kemudian terbagi lagi menjadi beberapa jenis, misalnya Qiyas Jali Jenis kedua dari qiyas adalah qiyas jali, yakni jenis qiyas yang illat suatu persoalan bisa ditemukan nashnya dan bisa ditarik kesimpulan nashnya namun bisa juga sebaliknya. Misalnya adalah pada persoalan larangan untuk menyakiti kedua orang tua dengan perkataan kasar. Hukumnya tidak diperbolehkan sebagaimana hukum haram tidak diperbolehkan untuk menyakiti fisik kedua orang tua tadi memukul atau menyakiti secara fisik. Sehingga setiap anak diharuskan untuk menjaga lisan maupun perbuatan di hadapan orang tua agar tiada menyakiti hati mereka. Qiyas Khafi Jenis ketiga adalah qiyas khafi, yaitu jenis qiyas yang illat suatu persoalan diambil dari illat masalah pokok. Jadi, jika hukum asal atau persoalan utamanya adalah haram maka persoalan yang menjadi cabang pokok tersebut juga haram, demikian jika sebaliknya. Salah satu contoh jenis qiyas satu ini adalah hukum membunuh manusia baik dengan benda yang ringan maupun berat. Dimana hukum keduanya adalah haram atau dilarang, sebab membunuh adalah kehataan sekaligus dosa karena mendahului kehendak Allah SWT dalam menentukan umur makhluk hidup di dunia. 2. Qiyas Dalalah Jenis kedua adalah qiyas dalalah, yaitu jenis qiyas yang menunjukkan kepada hukum berdasarkan dalil illat. Bisa juga diartikan sebagai qiyas yang diterapkan dengan cara mempertemukan pokok dengan cabang berdasarkan dalil illat tadi. Contoh dari qiyas jenis ini adalah ketika mengqiyaskan nabeez dengan arak, dimana dasarnya adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman memabukan. 3. Qiyas Shabah Jenis ketiga adalah qiyas shabah, yakni qiyas yang mempertemukan antara cabang dengan pokok persoalan hanya untuk penyerupaan. Contohnya sendiri bisa diambil dari yang disampaikan oleh Abu Hanifah mengenai mengusap atau menyapu kepala anak berulang-ulang. Tindakan tersebut kemudian dibandingkan dengan menyapu lantai memakai sapu. Sehingga didapat kesamaan yaitu sapu. Hanya saja untuk qiyas shabah sendiri oleh beberapa muhaqqiqin mendapat penolakan. Sehingga menjadi jenis qiyas yang terbilang jarang diterapkan. Selain jenis yang dipaparkan di atas, baik ijma dan qiyas juga masih memiliki jenis yang beragam dan didasarkan pada dasar-dasar tertentu. Jenis di atas didasarkan pada illat dari perkara yang dibandingkan atau diukur satu sama lain. Qiyas juga dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan keserasian illat dengan hukum. Sehingga didapatkan dua jenis qiyas lagi, yaitu qiyas muatsir dan juga qiyas mulaim. Sedangkan jika didasarkan pada metode yang digunakan maka ada qiyas ikhalah, qiyas shabah, qiyas sabru, dan juga qiyas thard. Melali penjelasan di atas, kemudian bisa diartikan secara sederhana bahwa qiyas adalah tindakan melakukan analogi atau perumpamaan. Sehingga bisa didapatkan hukum dari suatu persoalan yang memang belum ada dasar hukumnya dalam Islam. Segala sesuatu yang tidak ada di Al Quran, Al hadits , dan tidak pernah terjadi di zaman Nabi kemudian ditentukan hukumnya dengan ijma dan qiyas atau salah satunya. Sehingga menjadi jelas, apakah persoalan tersebut diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Contoh Qiyas Berhubung qiyas adalah analogi atau perumpamaan, maka contohnya adalah menentukan hukum halal haram dari narkotika. Narkotika tidak disebutkan dalam Al Quran dan Al hadits ,selain itu belum ada di zaman Nabi Muhammad SAW. Maka para ulama dan ahli ijtihad kemudian menganalogikan narkotika ini sebagai khamr minuman yang memabukan. Sebab sifat atau efek dari konsumsi narkotika sama atau bahkan lebih berbahaya dibanding minuman memabukan tadi. Sehingga ditarik kesimpulan bahwa narkotika hukumnya haram. Source
Ijtihaddalam bahasa Arab berasal dari kata jahada yang artinya bersunggung-sungguh atau mencurahkan segala daya dalam berusaha (Othman Ishak, 1980:1). Secara terminologis, ulama ushul mendefinisikan ijtihad sebagai mencurahkan kesanggupan dalam mengeluarkan hukum syara’ yang bersifat ‘amaliyah dari dalil-dalilnya yang terperinci baik
SEORANG PENGGUNA TELAH BERTANYA 👇 Persamaan dan perbedaan ijma dan Qiyas INI JAWABAN TERBAIK 👇 Tentang Apa perbedaan antara ijma dan qiyas? Menjawab DISKUSI Islam adalah agama yang sempurna, satu-satunya agama yang di dalamnya terdapat berbagai penjelasan tentang bagaimana menjalani hidup. baik itu hukum keluarga, muamalat perdata, jinayat pidana, murafaat acara, administrasi negara, hukum ekonomi, keuangan, bahkan hubungan antar bangsa. Tidak ada satu masalah pun yang terjadi dalam kehidupan ini tanpa hukum-hukum yang mengatur Islam. Jadi, para ulama berpendapat bahwa ada 4 sumber hukum yang digunakan dalam Islam yaitu Al Quran, Sunnah Hadis, Ijma dan Qiyas. Ijma dan qiyas termasuk dalam sumber hukum Islam. Ijma, yaitu kesepakatan para ulama mengenai suatu perkara jika tidak ditemukan hukum yang jelas dalam Al-Qur’an dan Hadits. Para ulama menyampaikan bahwa arti ijma adalah “Kebulatan pendapat semua ahli ijtihad umat Muhammad, setelah kematiannya sekaligus, tentang suatu hal hukum.” Ijma dapat dibedakan menjadi dua yaitu ijma qauli dan ijma sukuti. Ijma Qauli adalah tempat para ulama melakukan ijtihad dengan menetapkan hukum dari mulut ke mulut atau secara tertulis yang menjelaskan persetujuan suatu perkara. Jadi ijma sukuti adalah sikap diam para ulama terhadap suatu perkara yang telah ditetapkan undang-undang oleh mutjahid lain. Karena persetujuan. Urutan penetapan hukum melalui ijma adalah sebagai berikut sebuah. Khulafaur Rashidin 4 pemimpin Islam pertama B. Pendapat imam madzab sekarang hanya ada 4 yaitu Imam Syafi’i, Maliki, Hanbali, Hanafi C. Hasil ijma’ mutawatir para ulama, atau kebiasaan umum, yang disepakati oleh mayoritas ulama di seluruh dunia. Jangan menggunakan pendapat ahad, atau hanya menyetujui seorang ulama. Contoh kesepakatan ijma adalah penetapan shalat tarawih berjamaah pada masa Sayiddina Umar, dan pembukuan Alquran yang dimulai pada masa Sayidina Abu Bakar. Qiyas, yaitu penetapan suatu hukum yang tidak memiliki ketentuan hukum baik dari Al-Qur’an, Hadits maupun ijma. Dengan perbandingan atau asimilasi dengan hukum yang ada, yang memiliki persamaan di dalamnya. Contoh qiyas adalah larangan segala yang memabukkan, hukum asalnya adalah ALLAH mengharamkan minum khamar karena memabukkan, maka kita ambil qiyas untuk memberikan hukum haram terhadap segala sesuatu yang bukan alkohol yang dapat memabukkan. Yakni sabu, ganja, pil koplo dan jenis narkoba lainnya. KESIMPULAN Perbedaan antara ijma dan qiyas adalah 1. Ijma memiliki prioritas di atas Qiyas. Jika dapat diselesaikan dengan ijma, maka tidak perlu dilakukan qiyas. 2. Ijma adalah hasil pemikiran para ulama mutjahid dalam menentukan suatu hukum yang diambil dari hasil penelitian Al-Qur’an dan Hadits, sedangkan qiyas adalah perbandingan yang dilakukan untuk menyelesaikan kasus-kasus yang belum pernah ada, yang kemudian dicari persamaannya dengan kasus-kasus dengan hukum yang jelas. BELAJARLAH LAGI… Hikmah dan kandungan surah al-a’raf ayat 98 Sebutkan sumber hukum islam dan jelaskan 1 per 1 RINCIAN TANGGAPAN Kelas XI soal agama Kategori BAB 1 – Al Quran sebagai pedoman hidup Kata kunci sumber hukum dalam Islam. Ijma dan Qiyas Kode Sedangkanqiyas diklasifikasikan tidak mandiri karena dalam penetapan hukum ia masih membutuhkan pada ashl (kasus lama) atau maqis ‘alaih (sumber analogi) yg terdapat dalam al-Qur’an,al-sunah,dan ijma’. Selain itu dalam penggunaannya qiyas membutuhkan pengetahuan dan analisis yg mendalam tentang ‘illat dari hukum ashl. Artikel ini membahas mengenai pengertian, jenis dan contoh qiyas dan ijma dalam dunia hukum islam. Qiyas dan Ijma’ menjadi salah satu dasar untuk hukum islam sejak dahulu sampai sekarang. Pernah mendengar istilah ijma dan qiyas sebelumnya? Istilah ini bagi kalangan ulama tentu bukan istilah asing, bahkan sering diterapkan dalam menyelesaikan beberapa persoalan. Namun bagi masyarakat awam penggunaan kata ini belum familiar, apalagi di Indonesia memang bukan negara Islam. Masyarakat di sekitar pondok pesantren kemungkinan besar juga paham betul dengan kedua istilah ini. Istilah baik ijma maupun qiyas pada dasarnya adalah sumber hukum selain dua sumber hukum utama dalam Islam. Yakni Al Quran dan Al hadits . Daftar Isi 1Sekilas Tentang Dasar Hukum Islam Pengertian Ijma 1. Imam Al Ghazali 2. Imam Al Subki 3. Ali Abdul Razak 4. Abdul Karim Zaidah Jenis dan Macam-Macam Ijma 1. Ijma Al Sarih 2. Ijma Al Sukuti Contoh Ijma Pengertian Qiyas 1. Abdul Wahab Al Khallaf 2. Romli 3. Muhammad Abdul Ghani Al Baiqani 4. Syaikh Muhammad al Khudari Beik Rukun QiyasJenis dan Macam Qiyas 1. Qiyas Illat 2. Qiyas Dalalah 3. Qiyas Shabah Contoh Qiyas Pertanyaan Terkait Qiyas dan Ijma’Rekomendasi Buku Agama Islam Sekilas Tentang Dasar Hukum Islam Al Quran dan Al hadits sejak zaman kepemimpinan Rasulullah SAW Nabi Muhammad SAW sudah digunakan sebagai sumber hukum Islam. Segala persoalan yang terjadi pada masa tersebut bisa ditemukan solusinya dalam Al Quran maupun Al hadits . Pertama, orang akan mencari hukumnya di Al Quran, jika tidak ada baru ke Al hadits . Bagaimana jika di keduanya juga tidak ada? Maka para sahabat Nabi pada masa tersebut akan langsung bertanya kepada Nabi. Sehingga masalah apapun bisa diselesaikan, namun ketika Rasullallah SAW wafat maka persoalan kemudian muncul. Sebab saat dijumpai suatu permasalahan yang tidak ada dasarnya di Al Quran maupun hadits . Maka umat muslim kesulitan untuk mencari sumber hukum yang adil, sebab tidak ada lagi tempat bertanya. Maka mulai berkembanglah sumber hukum lain yang mampu mengatasi permasalahan hukum yang tumbuh semakin kompleks. Yakni ijma dan qiyas tadi. Ijma maupun qiyas kemudian melengkapi sumber hukum selain Al Quran dan Al hadits . Diperkirakan kemunculan kedua sumber hukum ini adalah pada masa kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan di masa kepemimpinan Utsman bin Affan. Dilansir dari berbagai sumber, jauh sebelum ijma dan qiyas diterapkan. Umat muslim pada masa kepemimpinan Abu Bakar sampai Utsman tidak mengalami kendala. Hal ini menunjukan bahwa Al Quran dan Al hadits sudah lebih dari cukup dalam menyelesaikan berbagai permasalahan umat muslim. Namun seiring berjalannya waktu, kedua sumber hukum utama dalam Islam ini kemudian terasa tidak cukup. Sebab permasalahan semakin kompleks, dan ditunjang pula oleh perbedaan pendapat yang semakin sengit di masanya. Jika dulunya Al Quran dan Al hadits cukup, bisa karena memang umat muslim masih sedikit dan luas penyebaran umat muslim juga belum begitu luas. Sehingga permasalahan masih terbatas dan perbedaan pendapat pun belum terlalu meruncing. Melalui penjelasan diatas tentunya bisa disimpulkan bahwa ijma dan qiyas merupakan dasar hukum Islam selain Al Quran dan Al hadits . Lalu, apa yang dimaksud dengan ijma maupun qiyas? Pertama, mari bahas dulu mengenai ijma. Ijma secara bahasa atau lughah memiliki definisi sebagai mengumpulkan perkara kemudian memberi hukum atas perkara tersebut dan meyakininya. Secara umum, ijma menurut istilah diartikan sebagai kebulatan pendapat seluruh ahli ijtihad sesudah wafatnya Rasullallah SAW pada suatu masa atas sesuatu hukum syara’ Madjid, 67. Pada masa awal penerapan ijma, kegiatan ijma hanya dilakukan oleh para khilafah dan petinggi negara. Sehingga hasil musyawarah mereka kemudian dianggap sebagai perwakilan atas pendapat dari masyarakat atau umat muslim. Seiring berjalannya waktu, musyawarah kemudian melibatkan lebih banyak pihak terutama ahli ijtihad dan terus berlangsung sampai sekarang. Kemudian, pengertian dari ijma sendiri terus berkembang karena baik para ahli ushul fiqh maupun para ulama. Adapun ahli ushul fiqh yang menyampaikan pengertian ijma adalah; 1. Imam Al Ghazali Imam Al Ghazali menyatakan bahwa ijma merupakan sebuah kesepakatan dari umat Nabi Muhammad SAW mengenai suatu perkara atau persoalan yang berhubungan dengan persoalan agama. 2. Imam Al Subki Sedangkan menurut Imam Al Subki, ijma didefinisikan sebagai suatu kesepakatan dari para mujtahid setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan berkenaan dengan segala persoalan yang berkaitan dengan hukum syara. Sedangkan dari para ulama, berikut beberapa ulama ushul kontemporer yang mencoba menyampaikan pengertian ijma 3. Ali Abdul Razak Melalui buku yang disusun oleh Ali Abdul Razak dan bertajuk al Ijma Fi al Syari’at al Islamiyat. Beliau menerangkan bahwa ijma merupakan kesepakatan dari para mujtahid Islam yang terjadi pada suatu masa dan atas perkara hukum syara. 4. Abdul Karim Zaidah Dalam bukunya yang berjudul al Wajiz Fi Ushul al Fiqh, Abdul Karim Zaidah menjelaskan bahwa ijma merupakan kesepakatan dari para mujtahid umat Islam pada suatu masa mengenai hukum syara’ setelah Rasullallah SAW wafat. Masih banyak pendapat lain yang mengemukakan mengenai pengertian dari ijma, namun yang pasti ijma merupakan kesepakatan para ahli atau para ulama dalam menyelesaikan suatu perkara atau persoalan yang berkaitan dengan agama Islam. Sehingga ketika ada masalah yang mengarah ke agama Islam, dan belum ada ketentuannya di dalam Al Quran maupun Al hadits . Maka dicari penyelesaiannya dengan ijma tadi, setelah didiskusikan oleh para ahli dan para ulama. Selain menggunakan ijma, perkara Islam juga diselesaikan dengan qiyas yang nanti dijelaskan di bawah. Jenis dan Macam-Macam Ijma Kemudian untuk jenis ijma sendiri, berdasarkan pembagian yang dilakukan oleh para ulama ushul fiqh baik klasik maupun kontemporer. Sepakat bahwa ijma terbagi menjadi dua jenis, yaitu ijma Al Sarih dan Ijma’ Al Sukuti. 1. Ijma Al Sarih Ijma al sarih atau ijma sarih merupakan ijma dimana para ahli ijtihad atau ulama masing-masing mengeluarkan pendapatnya, baik secara lisan maupun tertulis mengenai persetujuannya atas pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lain. Istilah lain untuk menyebut ijma jenis ini cukup beragam. Ada yang menyebutnya ijma bayani, ijma qauli, ijma hakiki, dan lain sebagainya. Namun meskipun sebutannya berbeda, dari segi definisi tetaplah sama. Sehingga Anda bisa menyebutnya juga dengan ijma hakiki maupun sebutan lain yang mengarah pada ijma sarih. 2. Ijma Al Sukuti Jenis kedua adalah ijma al sukuti, yakni ijma yang terjadi ketika para ulama memutuskan untuk diam dimana diamnya para ulama atau ahli ijtihad ini adalah karena setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh ahli ijtihad lainnya. Selain pembagian ijma di atas masih ada lagi jenis ijma lain, seperti ijma salaby, ijma ulama madinah, ijma ulama kufah, ijma Khulafaur Rasyidin Abu Bakar dan Umar, dan ijma ahlul bait. Contoh Ijma Setelah memahami ijma dari penjelasan di atas, maka penting pula memahami qiyas sebab ijma dan qiyas adalah dua sumber hukum Islam lainnya. Sedangkan untuk contoh dari ijma sendiri tentu cukup banyak, beberapa diantaranya adalah Daadakannya adzan dan iqomah dua kali di sholat Jumat, dan mulai diterapkan pada masa kepemimpinan Ustman bin Affan. Diputuskannya untuk membukukan Al Quran dan dilakukan pada masa kepemimpinan Abu Bakar As Shidiq. Kesepakatan para ulama atas diharamkannya minyak babi. Menjadikan as sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Quran. Pengertian Qiyas Jika membahas mengenai ijma maka dibahas juga mengenai qiyas, pada pembahasan lebih lengkap juga akan dibahas mengenai Al Quran maupun hadits . Setelah memahami ijma, maka kini bisa mengenal dan memahami qiyas sebab ijma dan qiyas adalah sumber hukum selain dua sumber hukum utama dalam Islam. Pengertian Qiyas Pengertian qiyas secara bahasa merupakan tindakan mengukur sesuatu atas sesuatu lainnya dan kemudian disamakan. Secara istilah qiyas adalah menetapkan hukum terhadap sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya dan didasarkan pada sesuatu yang sudah ada ketentuannya. Sedangkan pengertian qiyas menurut beberapa ahli memang cukup beragam, tidak heran karena antara ijma dan qiyas memang cukup erat atau berdekatan. Sehingga ijma yang didefinisikan banyak ahli kemudian juga terjadi hal serupa pada qiyas. Berikut pendapat para ahli dan ulama mengenai definisi qiyas 1. Abdul Wahab Al Khallaf Dalam bukunya yang berjudul Ilmu Ushul Fiqih, dijelaskan bahwa qiyas merupakan mempersamakan suatu kasus yang tidak ada nash hukumnya dengan kasus lain yang ada nash hukumnya, karena persamaan kedua itu dalam illat suatu sifat yang terdapat pada pokok dan sifat ini menurun pada cabangnya hukumnya. 2. Romli Dalam bukunya yang berjudul Muqaranah Mazahib Fil Ushul dijelaskan bahwa qiyas adalah kegiatan mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lainnya. Dalam buku Ushul Fiqh yang lain, qiyas kemudian dijelaskan sebagai kegiatan mengukur dan mengamalkan, atau mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian mengamalkannya. 3. Muhammad Abdul Ghani Al Baiqani Menjelaskan qiyas merupakan hubungan suatu persoalan yang tidak ada ketentuan hukumnya di dalam nash dengan sesuatu persoalan yang telah disebutkan oleh nash, karena keduanya terdapat pertautan atau hubungan dan hukumnya adalah illat. 4. Syaikh Muhammad al Khudari Beik Disebutkan bahwa qiyas adalah memberlakukan ketentuan hukum yang ada pada pokok asal kepada cabang atau persoalan baru yang tidak disebutkan nashnya karena adanya pertautan illat pada keduanya. Imam Syafi’i diketahui menjadi sebagai mujtahid pertama yang mengemukakan dan menerapkan qiyas. Imam Syafi’i menjelaskan mengenai sejumlah patokan kaidah dan asas-asasnya. Hanya saja, mujtahid sebelumnya juga diketahui pernah menggunakan qiyas namun belum membuat rumusan patokan dan asas. Sehingga masih banyak proses penerapan qiyas yang cenderung keliru, karena memang belum ada patokan yang jelas. Oleh sebab itu, Imam Syafi’i kemudian hadir memberi solusi dengan merumuskan sejumlah patokan dan asas, supaya penerapannya jelas dan menghindari terjadinya kesalahan. Meskipun metode dalam penerapan qiyas oleh Imam Syafi’i kemudian mendetail dengan segala asas, namun tetap dibuat praktis. Hal tersebut kemudian masih digunakan sampai sekarang dan membantu penerapan qiyas dalam keseharian umat muslim. Baca juga Pengertian Filsafat Islam Menurut Para Ulama Rukun Qiyas Untuk menentukan sebuah hukum dalam qiyas, semuanya harus memenuhi rukun yang ada dan sudah menjadi ketetapan baku. Rukun tersebut antara lain sebagai berikut. Rukun Qiyas Ashl asalMerupakan masalah asal atau pokok yang jadi permasalahan sudah AsalHukum asal juga harus jelas, apakah haram, sunnah, makruh mubah dan masalah cabang dari masalah asal. Biasanya merupakan akibat dari sebab yang yang menjadi alasan pensyariatan hukum Nah, apabila 4 rukun diatas ada, maka hasilnya adalah hukum pada masalah cabang. Jenis dan Macam Qiyas Pada dasarnya ijma dan qiyas juga memiliki beberapa jenis, khusus untuk ijma sudah dijelaskan di atas. Jenis Qiyas terdiri dari 3 jenis, yaitu Qiyas Illat, Qiyas Dalalah, dan Qiyas Shabah. Berikut penjelasannya. 1. Qiyas Illat Jenis qiyas yang pertama adalah qiyas illat, yakni jenis qiyas yang sudah jelas illat dari kedua persoalan yang dibandingkan atau diukur. Sehingga baik masalah pokok maupun cabang sudah jelas illatnya, sehingga para ulama secara mutlak akan sepakat mengenai hukum dari sesuatu yang sedang dibandingkan dan diukur tadi. Misalnya saja hukum mengenai minuman anggur, buah anggur memang halal namun ketika dibuat menjadi minuman maka akan mengandung alkohol. Alkohol memberi efek memabukan sehingga hukum meminumnya sama dengan minuman jenis lain yang beralkohol, yakni haram atau tidak boleh diminum. Qiyas Illat kemudian terbagi lagi menjadi beberapa jenis, misalnya a. Qiyas Jali Jenis kedua dari qiyas adalah qiyas jali, yakni jenis qiyas yang illat suatu persoalan bisa ditemukan nashnya dan bisa ditarik kesimpulan nashnya namun bisa juga sebaliknya. Misalnya adalah pada persoalan larangan untuk menyakiti kedua orang tua dengan perkataan kasar. Hukumnya tidak diperbolehkan sebagaimana hukum haram tidak diperbolehkan untuk menyakiti fisik kedua orang tua tadi memukul atau menyakiti secara fisik. Sehingga setiap anak diharuskan untuk menjaga lisan maupun perbuatan di hadapan orang tua agar tiada menyakiti hati mereka. b. Qiyas Khafi Jenis ketiga adalah qiyas khafi, yaitu jenis qiyas yang illat suatu persoalan diambil dari illat masalah pokok. Jadi, jika hukum asal atau persoalan utamanya adalah haram maka persoalan yang menjadi cabang pokok tersebut juga haram, demikian jika sebaliknya. Salah satu contoh jenis qiyas satu ini adalah hukum membunuh manusia baik dengan benda yang ringan maupun berat. Dimana hukum keduanya adalah haram atau dilarang, sebab membunuh adalah kehataan sekaligus dosa karena mendahului kehendak Allah SWT dalam menentukan umur makhluk hidup di dunia. 2. Qiyas Dalalah Jenis kedua adalah qiyas dalalah, yaitu jenis qiyas yang menunjukkan kepada hukum berdasarkan dalil illat. Bisa juga diartikan sebagai qiyas yang diterapkan dengan cara mempertemukan pokok dengan cabang berdasarkan dalil illat tadi. Contoh dari qiyas jenis ini adalah ketika mengqiyaskan nabeez dengan arak, dimana dasarnya adalah sama-sama mengeluarkan bau yang terdapat pada minuman memabukan. 3. Qiyas Shabah Jenis ketiga adalah qiyas shabah, yakni qiyas yang mempertemukan antara cabang dengan pokok persoalan hanya untuk penyerupaan. Contohnya sendiri bisa diambil dari yang disampaikan oleh Abu Hanifah mengenai mengusap atau menyapu kepala anak berulang-ulang. Tindakan tersebut kemudian dibandingkan dengan menyapu lantai memakai sapu. Sehingga didapat kesamaan yaitu sapu. Hanya saja untuk qiyas shabah sendiri oleh beberapa muhaqqiqin mendapat penolakan. Sehingga menjadi jenis qiyas yang terbilang jarang diterapkan. Selain jenis yang dipaparkan di atas, baik ijma dan qiyas juga masih memiliki jenis yang beragam dan didasarkan pada dasar-dasar tertentu. Jenis di atas didasarkan pada illat dari perkara yang dibandingkan atau diukur satu sama lain. Qiyas juga dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan keserasian illat dengan hukum. Sehingga didapatkan dua jenis qiyas lagi, yaitu qiyas muatsir dan juga qiyas mulaim. Sedangkan jika didasarkan pada metode yang digunakan maka ada qiyas ikhalah, qiyas shabah, qiyas sabru, dan juga qiyas thard. Melalui penjelasan di atas, kemudian bisa diartikan secara sederhana bahwa qiyas adalah tindakan melakukan analogi atau perumpamaan. Sehingga bisa didapatkan hukum dari suatu persoalan yang memang belum ada dasar hukumnya dalam Islam. Segala sesuatu yang tidak ada di Al Quran, Al hadits , dan tidak pernah terjadi di zaman Nabi kemudian ditentukan hukumnya dengan ijma dan qiyas atau salah satunya. Sehingga menjadi jelas, apakah persoalan tersebut diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Baca juga 4 Sumber Hukum Islam yang Perlu Diketahui Contoh Qiyas Berhubung qiyas adalah analogi atau perumpamaan, maka contohnya adalah menentukan hukum halal haram dari narkotika. Narkotika tidak disebutkan dalam Al Quran dan Al hadits ,selain itu belum ada di zaman Nabi Muhammad SAW. Maka para ulama dan ahli ijtihad kemudian menganalogikan narkotika ini sebagai khamr minuman yang memabukan. Sebab sifat atau efek dari konsumsi narkotika sama atau bahkan lebih berbahaya dibanding minuman memabukan tadi. Sehingga ditarik kesimpulan bahwa narkotika hukumnya haram. Contoh qiyas kedua, transaksi sewa menyewa saat adzan shalat jumat, hukumnya makruh. Sebagai ketentuan larangan jual beli pada saat adzan sholat jumat dalam 62 ayat 9. Contoh Qiyas lainnya, penerima wasiat yang membunuh pewasiat terhalang untuk mendapatkan wasiat. Hal ini diqiyaskan dengan ketentuan ahli waris yang membunuh pewaris terhalang untuk mendapatkan warisan sesuai hadis Rasulullah SAW, “Orang yang melakukan pembunuhan, tidak mendapatkan pusaka.” Pertanyaan Terkait Qiyas dan Ijma’ Berikut ini beberapa pertanyaan umum yang menyangkut Qiyas dan Ijma dan jawaban singkatnya. Apa Pengertian Qiyas?Qiyas merupakan menetapkan hukum terhadap sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuannya dan didasarkan pada sesuatu yang sudah ada ketentuannya. Apa itu Ijma?Ijma merupakan metode mengumpulkan perkara kemudian memberi hukum atas perkara tersebut dan meyakininya. Apa Pengertian Qiyas Menurut Bahasa?Qiyas menurut bahasa adalah sebuah tindakan untuk mengukur sesuatu atas sesuatu lainnya dan kemudian disamakan dengan sesuatu tersebut. Apa pengertian ijma Menurut Bahasa?Menurut bahasa ijma adalah sebagai mengumpulkan perkara kemudian memberi hukum atas perkara tersebut dan meyakininya. Rekomendasi Buku Agama Islam Kontributor Pujiati Editor Ridwan Karim LqrM.
  • 3nlh83rmb3.pages.dev/126
  • 3nlh83rmb3.pages.dev/586
  • 3nlh83rmb3.pages.dev/408
  • 3nlh83rmb3.pages.dev/21
  • 3nlh83rmb3.pages.dev/374
  • 3nlh83rmb3.pages.dev/25
  • 3nlh83rmb3.pages.dev/283
  • 3nlh83rmb3.pages.dev/324
  • pertanyaan tentang ijma dan qiyas